Norma dan Etika dalam perkembangan dan penggunaan New Media

 Norma dan Etika dalam perkembangan dan penggunaan New Media

Kemajuan teknologi berita dan komunikasi (TIK) pada Indonesia selama satu setengah dekade terakhir sudah memberi imbas terhadap sendi-sendi kehidupan. Bidang sosial-ekonomi-politik-budaya artinya aspek yg paling terpengaruh, baik secara pribadi juga tidak. Handphone/smartphone, Internet, dan aplikasi media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Youtube, WhatsApps, Instagram menggunakan fitur click aktivism mirip like, share-feed, tweet-retweet, upload-download, path-repath, selfie-groufie, post-repost-regram, telah sebagai kosakata modern yg akrab dengan keseharian warga Indonesia.

Akan tetapi, penggunaan media sosial menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat pada kesenjangan. Pertama, mereka yang bisa menggunakan gadget dan aplikasi media sosial secara fungsional, semakin berpengetahuan, semakin berdaya, dan memiliki peluang dalam banyak hal berkat teknologi. Golongan kedua adalah mereka yang gagap teknologi, hanya mengikuti tren, menjadi sasaran empuk pasar teknologi, dan terus berkutat dengan cerita dan keluhan negatif akibat penggunaan gadget dan media sosial terhadap kehidupan sehari-hari.

 Pemanfaatan TIK disinyalir belum mampu menjawab berbagai persoalan masyarakat. Pemanfaatan TIK misalnya, belum memberi dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia. Fenomena kesenjangan digital ini tampak dari bangkitnya kelas menengah sebagaimana dipotret Majalah Tempo, 20-26 Februari 2012. Kondisi ekonomi Indonesia yang relatif berangsur-angsur membaik paskakrisis 1998 melahirkan kelas menengah yang konsumtif dan akrab dengan TIK, namun kehadiran mereka tidak identik sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi dan politik di Indonesia.

 Meskipun tetap merupakan pilihan, kehadiran media sosial adalah keniscayaan sebagai konsekuensi kemajuan zaman dan pergaulan global. Media sosial secara empiris telah terbukti memberi manfaat positif bagi masyarakat sebagai sarana komunikasi, akses informasi, hiburan, eksistensi diri, sekaligus sebagai alat strategis-produktif, misalnya menciptakan branding, charity-filantropi, berdagang, hingga kegiatan dakwah.

 Media sosial juga bisa digunakan untuk sekadar menghabiskan waktu atau membunuh rasa kesepian (misalnya aktivitas bermedia sosial bagi seseorang yang sedang belajar/bekerja di luar negeri yang merasa rindu dengan negara asalnya). Dalam kondisi demikian, media sosial bukanlah entitas yang “penting” atau “tidak penting”, melainkan sebagai pelengkap hidup dan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan.

 Lebih lanjut, perkembangan media sosial juga melahirkan bentuk aktivisme baru, yakni click activism (Nugroho & Syarief, 2012: 96; Adhrianti, 2013: 280). Dukungan terhadap ide, kasus, person, grup, gerakan, maupun pemilihan, dapat dilakukan hanya dengan mengklik menu yang tersedia (like, retweet, vote, share, forward). Dalam hitungan hari, ratusan hingga jutaan pendukung maya bisa dikumpulkan oleh seorang mobilisator politik virtual. Click activism, yang awalnya tidak tak nyata (online), telah menjadi gerakan diperhitungkan di dunia nyata (offline). Sebutlah di Facebook, Twitter, Change, dan Kaskus.

 Pada satu sisi, ibarat pisau bermata 2, media sosial juga kerap digunakan menjadi katarsis bertindak negatif sampai aneka bentuk perbuatan yang menjurus pada kriminalitas. pada kaitan ini, beberapa gosip negatif yang jamak dihadapi pengguna media sosial, diantaranya: sekadar mengikuti tren, merasa yang krusial update, bersikap reaksioner, serta ikut dalam arena perdebatan yang tak berguna, bahkan acapkali andil menyebarluaskan berita palsu (hoax). Akibatnya, berita simpang siur bertebaran lewat pesan singkat, foto-gambar meme, thread, situs gosip abal-abal, blog, termasuk kolom komentar. Tanpa disadari pula, pengguna media umum tak jarang terlibat pada tindakan kontraproduktif bagi kebebasan berpendapat, mirip trolling, provoking, spamming, bullying, dan hate speech. di sisi lain karena kepolosan dan ketidakhuan, tidak sedikit pengguna sosial media yg terkena jebakan predator (penipuan, pelecehan), atau sekadar ikut-ikutan membarui identitasnya pada media sosial sebagai “alay”, compaliner, pencitraan berlebihan, serta sebagainya.

Di sinilah literasi media baru memiliki peran penting untuk masyarakat dapat menggunakan media sosial secara normalnya. Pengguna yang literasinya cukup akan memiliki kesadaran, kendali, dan batasan yang jelas dalam menggunakan teknologi. Literasi media baru diperlukan akibat semakin gencarnya terpaan informasi dari berbagai teknologi dan media digital yang tidak diimbangi dengan kecakapan mengaksesnya, sehingga dibutuhkanlah pemahaman dalam mennggunakan media baru secara sehat.

Di dunia maya seseorang tidak bisa bebas bertindak tanpa peduli kepentingan orang lain. Sekalipun banyak orang bilang internet adalah dunia tanpa batas, namun seperti halnya interaksi dalam dunia nyata, saat bersinggungan dengan orang lain maka sudah pasti ada aturan formal ataupun etika yang harus dipatuhi. Dalam kaitan ini, di luar hukum formal, terdapat panduan khusus yang dikenal sebagai “netiket”, singkatan dari “internet etiket” atau “network etiket”. Netiket atau Nettiquette adalah penerapan etika dalam berkomunikasi menggunakan internet. Netiket dalam diterapkan pada one to one communications dan one to many communicatios.

- Berikut ini adalah beberapa hal penting etika dalam menggunakan New Media.

 1. Etika Dalam Berkomunikasi.

Dalam melakukan komunikasi antar sesama pada situs jejaring sosial, biasanya kita melupakan etika dalam berkomunikasi. Sangat banyak kita temukan kata-kata kasar yang muncul dalam percakapan antar sesama di jejaring sosial, baik itu secara sengaja ataupun tidak sengaja. Sebaiknya dalam melakukan komunikasi kita menggunakan kata-kata yang layak dan sopan pada akun-akun jejaring sosial yang kita miliki. Pergunakan bahasa yang tepat dengan siapa kita berinteraksi.

 2. Hindari Penyebaran SARA, Pornografi dan Aksi Kekerasan.

Ada baiknya anda tidak menyebarkan informasi yang berhubungan dengan SARA (Suku, Agama dan Ras) dan pornografi di jejaring sosial. Sebarkanlah hal-hal yang berguna yang tidak menyebabkan konflik antar sesama pada situs jejaring tersebut. Hindari mengupload fhoto – fhoto kekerasan seperti Fhoto korban kekerasan, korban kecelakaan lalu lintas maupun fhoto kekerasan lainnya. Jangan menambah kesedihan para keluarga korban dengan meng-upload fhoto – fhoto kekerasan. Jangan ajarkan generasi muda tentang hal – hal kekerasan melalui fhoto – fhoto kekerasan yang diupload pada jejaring media sosial.

 3. Kroscek Kebenaran Berita

Berita yang menjelekkan orang lain sangat sering kita jumpai di jejaring sosial. Hal tersebut kadang bertujuan untuk menjatuhkan nama pesaing dengan berita-berita yang direkayasa. Oleh karena itu pengguna jejaring sosial dituntut untuk cerdas dalam menangkap sebuah informasi, bila ingin ikut menyebarkan informasi tersebut, ada baiknya kita melakukan kroscek akan kebenaran informasi terlebih dahulu.

4. Menghargai Hasil Karya Orang Lain

Saat menyebarkan informasi baik itu berupa tulisan, foto atau video milik orang lain, ada baiknya kita mencantumkan sumber informasi sebagai bentuk penghargaan untuk hasil karya seseorang. tidak serta merta mengcopy paste tanpa memberikan sumber informasi tersebut.

5.  Jangan Terlalu Mengumbar Informasi Pribadi Anda

Dalam menggunakan jejaring sosial ada baiknya kita sebagai pengguna harus bijak dalam menginformasikan privasi / kehidupan pribadi. Jangan terlalu mengumbar hal-hal pribadi di jejaring sosial, apalagi sesuatu yang sensitif dan sangat pribadi. Semisal mengenenai keuangan, hubungan percintaan, tentang kehidupan keluarga, tentang kejengkelan dengan seseorang, nomor telepon alamat rumah atau keberadaan anda. Hal ini dapat mengganggu kontak lain dalam daftar anda dan bisa menjadi informasi bagi mereka yang ingin berniat jahat kepada kita.

- Berikut adalah beberapa hal penting norma dalam menggunakan New Media

1.  Menerima keadaan fisiknya

2. Memperoleh kebebasan emosional

3. Mampu bergaul

4. Menemukan model untuk identifikasi

5. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri

6. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma

7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanakkanakan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Sistem Informasi dan Teknologi sampai saat ini

Information Technology Infrastructure Library (ITIL)

MANUSIA DALAM INDIVIDU, DALAM KELUARGA, DALAM LINGKUNGAN HIDUP DAN DALAM LINGKUNGAN KAMPUS.